Sungai Sandung, Sungai Pandan, HSU. Kalsel.
blog-img
21/03/2022

DINO MURIDKU YANG JUGA MENJADI SUMBER INSPIRASIKU

Syarifullah | Pendidikan

Dikutip dari tulisan Kepala Sekolah SDIT Ihsanul Amal, Ust. Akhmad Muzakir

(Sebuah kisah sederhana dari pengalaman saya menjadi Wali Kelas Tahun 2013 di SDIT Ihsanul Amal Alabio)

Setiap orang tua tentu berupaya mencari sekolah yang terbaik untuk anak-anaknya. Hal yang biasa dilihat dan dipertimbangkan biasanya adalah bangunan ataupun sarana dan prasarananya. Tetapi apakah tampilan fisik bangunan tersebut menjadi sebuah jaminan menandakan kualitas sekolah itu bagus? Bisa jadi iya atau bisa juga tak menjamin. Sekolah SDIT Ihsanul Amal di tahun 2013 masih memiliki bangunan kayu hanya satu bangunan yang berbahan betonan, tetapi saat itu banyak orang tua yang sudah mempercayakan menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.

Sekolah yang baik bukan saja dilihat dari bangunan fisiknya saja yang megah, bertingkat lebih dari dua tetapi yang terpenting adalah bagaimana kualitas sekolah tersebut. Program sekolah, chemistry guru dan siswanya, pola pembelajaran yang dilakukan dan juga memberi dampak positif terhadap karakter murid yang ada di sekolah tersebut.

Bunda Lilis adalah salah satu orang tua dari murid saya yang bernama Dino. Seorang Ibu penjual es campur dari keluarga sederhana. Tempat jualan beliau berada di dekat Taman Putri Junjung Buih. Suaminya juga hanya penjual roti bakar. Mereka orang tua yang luar biasa bersemangat menyekolahkan ananda Dino ke SDIT Ihsanul Amal saat itu. Keluarga Dino dari dari latar belakang keluarga sederhana tetapi sangat peduli terhadap pendidikan.

“Apa yang menjadi harapan Bunda hingga berkeinginan menyekolahkan ananda Dino ke Sdit Ihsanul Amal Amuntai ?" tanyaku saat itu.

“Kami tak muluk-muluk ustaz, kami ini tak sekolah tinggi, mengaji juga tak begitu bisa, jangan sampai anak kami Dino sama dengan kami, kami titip sama ustaz moga anak kami bisa ngaji jadi saat kami meninggal dunia ada yang mendo’akan kami,” jawab Bu Lilis. Sebuah harapan dari raut kesederhanaan yang menjadikanku iba sekaligus terharu.

"Begitu berat, tugas yang saya emban," bisik hatiku, karena aku sendiri juga masih perlu banyak belajar menjadi orang yang baik.

“Enggeh Bunda, insyaallah dengan do’a dan ikhtiar kita bersama ananda menjadi anak yang baik. Aamiin,” kataku kembali kepada Bunda Lilis.

Memang antara ikhtiar, doa dan tawakal kepada Allah SWT mesti dikerjakan secara berurutan dan tidak dipisah menjadi beberapa bagian. Perlu sinergitas antara pihak sekolah dengan orang tua agar sejalan dan searah dengan visi yang akan dituju. Saat kita telah melakukan ikhtiar dan tawakal, tak ada istilah hasil capaian yang hilang, karena setiap langkah keberhasilan yang kita raih adalah menjadi pijakan evaluasi maju ke langkah berikutnya. Fokus pada proses yang kita lakukan, sedangkan hasil adalah wilayah prerogatif Allah SWT.

Menjadi Wali Kelas 1 SD, yakni kelas 1 A Kelas Al Khawarizmi adalah amanah yang saya emban pada waktu itu. Awalnya saya ragu apakah saya bisa menangani anak-anak yang rata-rata berusia enam tahun saat itu. Namun nasehat almarhum ayahku menguatkanku, “Hiduplah memberi manfaat kepada masyarakat”. Memang menjadi wali kelas sudah tentu bermanfaat bagi sesama. Untuk menjadi Wali Kelas yang baik, banyak peran yang harus dilakukan. Peran yang beragam ini bertujuan agar bisa terbangun kehangatan emosi dengan murid. Kalau sudah terbangun hubungan yang baik, maka akan jadi idola bagi murid. Alhamdulillah dengan kondisi ini memberikan pengalaman dalam hidup saya. Pada SDIT Ihsanul Amal, saya bisa belajar memperbaiki konsep diri, belajar mengelola manusia, belajar menanamkan karakter yang baik kepada anak-anak. Jumlah murid di kelas yang saya kelola saat itu berjumlah sekitar dua puluh empat anak. Salah satu murid saya bernama Dino.

Dino adalah anak pertama dari Bunda Lilis, adik Dino bernama Edo. Saat itu, Edo belum bersekolah dan masih diasuh oleh ibunya sambil berjualan. Dino adalah anak yang periang. Saat anak ini masuk ke SDIT Ihsanul Amal juga menjadi tantangan bagi saya. Fisik anak ini sedikit berbeda dari anak yang lain. Kakinya tak nomal seperti anak pada umumnya. Kakinya mengalami cacat sejak saat kecil. Yakni mengalami Club Foot atau biasa disebut dengan istilah Congenital Talipes Equinovarus (CTEV), adalah kelainan genetik yang menyebabkan kekakuan otot dan tendon sisi dalam kaki sehingga tendon menjadi pendek mengecil dan menekuk ke arah dalam. Pada kondisi seperti ini, tentu saya harus terus menjaga kultur kelas agar kondusif dan bisa menerima keberadaan Dino. Saya menjaga psikologi ananda Dino agar tidak menjadi bahan bullying atau body shaming oleh temannya.

Body shaming yang saya ketahui tak boleh dianggap sepele, karena bisa berdampak pada timbulnya gangguan mental bagi anak. Tapi itu tak terjadi di kelas saya, karena semua murid telah diberi pemahaman sebelumnya. Peraturan di kelas juga telah berlaku, apabila ada murid yang berkatar kotor, maka konsekuensinya harus membaca istighfar sebanyak lima kali. Saya meyakini tidak ada ciptaan-Nya yang sia-sia begitu juga dengan anak yang memiliki kekurangan. Saya percaya bahwa tak ada produk Allah SWT yang tercipta gagal. Ada skenario Allah SWT dalam setiap episode kehidupan. Pasti ada pesan dan hikmah yang terkandung dalamnya. Saya belajar untuk menerima amanah tersebut. Sambil saya terus mencari literasi tentang pengelolaan penanganan anak.

Dino adalah anak yang unik. Anak ini sukanya duduk paling belakang. Meskipun secara fisik dia mempunyai kekurangan, anak ini yang paling sering membantu membersihkan papan tulis. Anaknya percaya diri dan suka tampil ke depan. Anak ini homuris dan suka ngelawak sehingga mudah bergaul dan diterima teman-temannya. Tetapi pada waktu itu kalau dalam hal membaca masih perlu banyak bimbingan. Cukup jauh keteteran kemampuan membacanya dari murid yang lain. Hampir setiap hari selama sepuluh menit saya lowongkan waktu untuk anak ini dalam percepatan membacanya.

Sebulan kemudian …

(Lanjutan cerita ini saya muat pada Buku Kumpulan Kisah Inspiratif yang saya tulis …)

Akan ada banyak cerita dari setiap sosok pribadi murid yang ada di SDIT Ihsanul Amal. Setiap anak memiliki cerita dengan segala keunikannya masing-masing. Itu adalah bagian dari ayat-ayat kauniah Allah SWT yang kita tafakuri dalam konsep hidup ini. Satu catatan penting adalah setiap anak dilahirkan istimewa dan mempunyai peluang yang sama untuk berprestasi dalam bidang apa pun. Sekarang ananda Dino sudah mondok di Pesantren yang ada di Jawa dan berencana mau sekolah ke Yaman Hadramaut.

Untuk semua murid kami, do’a kami semua para asatidz dan asatidzah SIT Ihsanul Amal selalu hadir dalam setiap langkah baikmu. Semoga anak-anak SDIT Ihsanul Amal terkabul segala cita-citanya dan menjadi anak yang berguna bagi agama dan bangsanya, sukses dunia dan akhiratnya.

Aamiin Allahumma Aamiin.

Bagikan Ke:

Populer