Dr. Howard Gardner, co-Director of Project Zero dan Profesor Pendidikan di Universitas Harvard, selama bertahun-tahun telah meriset perkembangan kapasitas kognitif manusia dan Gardner menjelaskan bahwa kecerdasan adalah
Dari kesimpulan beliau kita bisa melihat bahwa kecerdasan menunjukkan kemampuan fungsi kerja otak seseorang. Otak baru akan bekerja jika ia mendapatkan stimulus (input) sebagai suatu informasi yang akan diolah, disimpan, dan digunakan kembali dalam suatu sistem pemrosesan informasi seseorang. Dalam hal ini kapasitas kemampuan seseorang dalam melakukan pemrosesan informasi tergantung dari besarnya memori dan kemampuan otak dalam mengolahnya. Maka kecerdasan seorang anak sangat tergantung dari kemampuan aktivitas mentalnya untuk memecahkan masalah.
Siswa memiliki kecerdasan yang rendah, karena ia belum menggunakan fungsi kerja otaknya secara maksimal. Sehingga tidak mampu menggunakan aktifitas mentalnya untuk memanggil memori yang tersimpan tentang konsep yang sudah dikenalnya. Seseorang yang memiliki kecerdasan yang baik mempunyai kapasitas yang lebih besar untuk menyimpan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam memori otaknya, memiliki kemampuan untuk mengaktifkan fungsi otaknya dengan kemampuan untuk menghadirkan kembali konsep-konsep yang telah dipelajarinya untuk digunakan dalam pemecahan masalah, yang memungkinkan untuk mendapatkan solusi dengan berbagai cara.
Munandar menjelaskan aspek berpikir kreatif siswa dalam ranah kognitif terdiri atas aspek kelancaran, keluwesan (flexibility), keaslian (orisinility), dan elaborasi. Indikator kemampuan berpikir kreatif menurut Munandar dalam bukunya “Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat “ halaman 59, didefinisikan sebagai berikut:
Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Kemampuan berpikir kreatif merupakan keterampilan yang dapat dipelajari. Kemampuan berpikir kreatif seseorang dapat ditingkatkan dengan memahami proses berpikir kreatifnya dan berbagai faktor yang mempengaruhi, serta melalui latihan yang tepat. Sesuai dengan pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan kreatif seseorang itu bertingkat (berjenjang) dan dapat ditingkatkan dari satu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi.
Tingkatan dalam berpikir kreatif ini telah diungkapkan oleh beberapa ahli namun penulis hanya mengambil dari pendapat Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd dalam bukunya Pembelajaran Matematika : Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah. Siswono merumuskan tingkat kemampuan berpikir kreatif menjadi 5 tingkatan, yaitu tingkat 4 (sangat kreatif), tingkat 3 (kreatif), tingkat 2 (cukup kreatif), tingkat 1 (kurang kreatif), dan tingkat 0 (tidak kreatif).
Penggolongan tingkatan kemampuan berpikir kreatif yang dilakukan oleh Siswono didasarkan pada tiga komponen berpikir kreatif, yaitu kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Tingkat berpikir kreatif ini menekankan pada pemikiran divergen dengan urutan tertinggi (aspek yang paling penting) adalah kebaruan, kemudian fleksibilitas dan yang terendah adalah kefasihan.
Kebaruan ditempatkan pada posisi tertinggi karena merupakan ciri utama dalam menilai suatu produk pemikiran kreatif, yaitu harus berbeda dengan sebelumnya dan sesuai dengan permintaan tugas Fleksibilitas ditempatkan sebagai posisi penting berikutnya karena menunjukkan pada produktivitas ide (banyaknya ide-ide) yang digunakan untuk menyelesaikan suatu tugas. Kefasihan lebih menunjukkan pada kelancaran siswa memproduksi ide yang berbeda dan sesuai permintaan tugas.
Adapun karakteristik setiap tingkatan kemampuan berpikir kreatif yang menurut Siswono dalam Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif halaman 31-32 adalah
1. Tingkat Berpikir Kreatif 4 (Sangat Kreatif)
Siswa mampu menyelesaikan suatu masalah dengan lebih dari satu alternatif jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda-beda dengan lancar (fasih) dan fleksibel. Siswa yang mencapai tingkat ini dapat dinamakan sebagai siswa sangat kreatif.
2. Tingkat Berpikir Kreatif 3 (Kreatif)
Siswa mampu menunjukkan suatu jawaban yang baru dengan cara penyelesaian yang berbeda (fleksibel) meskipun tidak fasih atau membuat berbagai jawaban yang baru meskipun tidak dengan cara yang berbeda (tidak fleksibel). Selain itu, siswa dapat membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih) meskipun jawaban masalah tunggal atau membuat masalah yang baru dengan jawaban divergen. Siswa yang mencapai tingkat ini dapat dinamakan sebagai siswa kreatif.
3. Tingkat Berpikir Kreatif 2 (Cukup Kreatif)
Siswa mampu membuat satu jawaban atau masalah yang berbeda dari kebiasaan umum meskipun tidak dengan fleksibel atau fasih, atau mampu menunjukkan berbagai cara penyelesaian yang berbeda dengan fasih meskipun jawaban yang dihasilkan tidak baru. Siswa yang mencapai tingkat ini dapat dinamakan sebagai siswa cukup kreatif.
4. Tingkat Berpikir Kreatif 1 (Kurang Kreatif)
Siswa tidak mampu membuat jawaban atau membuat masalah yang berbeda (baru), meskipun salah satu kondisi berikut dipenuhi, yaitu cara penyelesaian yang dibuat berbeda-beda (fleksibel) atau jawaban/masalah yang dibuat beragam (fasih). Siswa yang mencapai tingkat ini dapat dinamakan sebagai siswa kurang kreatif.
5. Tingkat Berpikir Kreatif 0 (Tidak Kreatif)
Siswa tidak mampu membuat alternatif jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih) dan fleksibel. Siswa yang mencapai tingkat ini dapat dinamakan sebagai siswa tidak kreatif